Minggu, 23 Juni 2013

METODE HASPERS

METODE HASPERS
Metode Haspers yang digunakan untuk menghitung debit maksimum dirumuskan sebagai berikut ;
Q          = ά β. I.A
keterangan:

ά          = Koefisien pengairan
β          = Koefisien reduksi
I           = Intensitas hujan (m3/dtk/km2)

A         = luas daerah (Km2)
HUJAN RENCANA

Probabilitas kejadian suatu peristiwa ditentukan oleh perbandingan antara bayaknya kejadian terhadap jumlah kejadian yang mungkin dan yang tidak mungkin (berpeluang dan tidak berpeluang atau yang terjadi dan yang tidak terjadi). Kejadian suatu peristiwa biasanya dinamakan keberhasilan (success), sedangkan kejadian yang tidak mungkin disebut kegagalan (Failure). Sudah barang tentu probabilitas kejadian tidak dapat lebih dari 1, sedangkan probabilitas kegagalan tidak kurang dari 0. Probabilitas sama dengan 1 merupakan peristiwa pasti (sure events) (C.D. Soemarto, 1993).
HUJAN RENCANA

Probabilitas kejadian suatu peristiwa ditentukan oleh perbandingan antara bayaknya kejadian terhadap jumlah kejadian yang mungkin dan yang tidak mungkin (berpeluang dan tidak berpeluang atau yang terjadi dan yang tidak terjadi). Kejadian suatu peristiwa biasanya dinamakan keberhasilan (success), sedangkan kejadian yang tidak mungkin disebut kegagalan (Failure). Sudah barang tentu probabilitas kejadian tidak dapat lebih dari 1, sedangkan probabilitas kegagalan tidak kurang dari 0. Probabilitas sama dengan 1 merupakan peristiwa pasti (sure events) (C.D. Soemarto, 1993).
 DAUR HIDROLOGI

Daur atau siklus hidrologi adalah gerakan air laut ke udara, kemudian jatuh ke permukaan tanah, dan akhirnya mengalir ke laut kembali. Siklus peristiwa tersebut sebenarnya tidaklah sesederhana yang kita bayangkan, karena pertama, daur itu dapat berupa daur pendek, yaitu hujan yang segera dapat mengalir kembali ke laut. Kedua, tidak adanya keseragaman waktu yang diperlukan oleh suatu daur. Selama musim kemarau kelihatannya daur seolah-olah berhenti, sedangkan dalam musim hujan berjalan kembali. Ketiga, intensitas dan frekuensi daur tergantung kepada letak geografis dan keadaan iklim suatu lokasi. Siklus ini berjalan karena sinar matahari. Posisi matahari akan berubah setiap masa menurut meridian (meskipun sebenarnya posisi bumi yang berubah). Keempat, berbagai bagian daur dapat menjadi sangat kompleks, sehingga kita hanya dapat mengamati bagian akhir saja terhadap suatu curah hujan diatas permukaan tanah yang kemudian mencari jalannya untuk kembali ke laut (C.D. Soemarto, 1993).
2.1  METODE STRUKTUR DAN NON STRUKTUR
     Metode sruktur adalah metode dengan membangun suatu konstruksi bangunan air yang berfungsi untuk pengendalian banjir, sebagai berikut (Robert J Kodoatie, 1996);
1.                  Membangun bendungan
Bendungan digunakan untuk menampung dan mengelola dan mengelola distribusi aliran sungai. Pengendalian diarahkan untuk mengatur debit air sungai disebelah hilir bendungan.
2.                  Kolam penampungan (retention basin)
Kolam penampungan (retention basin) berfungsi untuk menyimpan sementara volume air banjir sehingga puncak air banjir dapat dikurangi dan dilepaskan kembali pada saat air surut. Wilayah yang digunakanuntuk kolam penampungan biasanya didaerah dataran rendah.
3.                  Tanggul penahan banjir
Tanggul penahan banjir adalah penghalang yang didesain untuk menahan banjir di palung sungai untuk melindungi daerah sekitarnya.
4.                  Saluran by pass
Saluran by pass adalah saluran yang digunakan untuk mengalihkan sebagian atau seluruh aliran air banjir dalam rangka mengurangi debit banjir pada daerah yang dilindungi
5.                  Sistem pengerukan sungai/normalisasi sungai
Sistem ini bertujuan memperbesar kapasitas tampungan sungai dan memperlancar aliran air . Kegiatan normalisasi sungai mencakup kegitan memperlebar dan memperdalam sungai.
     Metode non sruktur adalah metode dengan cara pengelolaan, peringatan, dan peringatan banjir
PENGENDALIAN BANJIR
     Pengendalian banjir merupakan kegiatan perencanaan, pelaksanaan pekerjaan pengendalian banjir, eksploitasi, pemeliharaan, yang pada dasarnya untuk mengendalikan banjir, penggunaan daerah dataran banjir dan mengurangi atau mencegah adanya bahaya kerugian akibat banjir. Ada 4 (empat) strategi dasar untuk pengelolaan daerah banjir yang meliputi (Robert J Kodoatie, 1996):

Modifikasi kerentanan dan kerugian banjir
Modifikasi banjir yang terjadi (pengurangan) dengan bantuan bahan pengontrol (waduk) atau normalisasi sungai
Modifikasi dampak banjir dengan penggunaan teknis mitigasi seperti asuransi, penghindaran banjir (flodd profing)

Pengaturan peningkatan kapasitas alam untuk dijaga kelestariannya seperti penghijauan.

Minggu, 16 Juni 2013

PENAKSIRAN ANGGARAN BIAYA
Menurut Soedrajat S, (1999) penaksiran anggaran biaya adalah proses perhitungan volume pekerjaan, harga dari berbagai macam bahan dan pekerjaan yang akan terjadi pada suatu konstruksi. Karena taksiran dibuat  sebelum dimulainya pembangunan maka jumlah ongkos yang diperoleh ialah “taksiran biaya” bukan biaya sebenarnya atau “actual cost”. Tentang cocok atau tidaknya suatu “taksiran biaya” dengan “biaya yang sebenarnya” sangat tergantung dari kepandaian dan keputusan yang diambil berdasarkan pengalamannya.

Anggaran Biaya Kasar

Menurut Ibrahim Bachtiar, (1993) sebagai pedoman dalam menyusun anggaran biaya kasar digunakan harga satuan tiap meter persegi (m2) luas lantai. Anggaran biaya kasar dipakai sebagai pedoman terhadap anggaran biaya yang dihitung secara teliti. Walaupun namanya anggaran biaya kasar, namun harga satuan tiap m2 luas lantai tidak terlalu jauh berbeda dengan harga yang dihitung secara teliti. Di bawah ini diberikan contoh untuk dapat menggambarkan penyusunan anggaran biaya kasar.
Anggaran Biaya Teliti
Menurut Ibrahim Bachtiar, (1993) yang dimaksud dengan anggaran biaya teliti, ialah anggaran biaya bangunan atau proyek yang dihitung dengan teliti dan cermat, sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat penyusunan anggaran biaya. Pada anggaran biaya kasar sebagaimana diuraikan terdahulu harga satuan dihitung berdasarkan harga taksiran setiap luas lantai m2. Taksiran tersebut haruslah berdasarkan harga yang wajar, dan tidak terlalu jauh berbeda dengan harga yang dihitung secara teliti. Sedangkan penyusunan anggaran biaya yang dihitung dengan teliti, didasarkan atau didukung oleh ;

-          Bestek                    
-          Gambar bestek 
-          Harga Satuan.

Menurut Soedrajat S, (1999) yang dimaksud dengan Penaksiran terperinci adalah dilaksanakan dengan cara menghitung volume dan harg-harga dari seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan, agar pekerjaan dapat diselesaikan secara memuaskan. Cara ini adalah cara terbaik dan dapat dipercaya. Ada 2 macam cara, yaitu ;
-          Cara Harga Satuan
-          Cara Harga Seluruhnya
Baja tulangan beton
            Baja tulangan beton adalah baja berbentuk batang berpenampang bundar yang digunakan untuk penulangan beton. Berdasarkan jenisnya baja tulangan beton dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu ;

-         Baja tulangan beton polos adalah baja tulangan beton berpenampang bundar dengan permukaan rata dan tidak bersirip, disingkat BjTP.
-         Baja tulangan beton sirip adalah baja tulangan beton berbentuk khusus yang permukaannya memiliki sirip melintang dan rusuk memanjang yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya lekat dan guna menahan gerakan membujur dari batang secara relative terhadap beton, disingkat BjTS.


Pembesian pada  pekerjaan ini harus menggunakan baja tulangan beton polos yang memiliki mutu baja yang sesuai dengan spesifikasi teknisnya. Adapun baja tulangan beton polos yang dipergunakan tidak boleh dalam keadaan yang berkarat, karena akan mengurangi mutunya pada saat pengecoran beton nantinya(SNI 07-2025-2002).

Rabu, 12 Juni 2013

Pintu Penahan Air Asin

Proses Pembuatan Pintu Penahan Air asin dengan Konstruksi Tulangan Rangkap Pada Dinding, Lantai, dan Plat

Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran (C), didefinisikan sebagai nisbah antara puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Perkiraan atau pemilihan nilai c secara tepat sulit dilakukan, karena koefisien ini bergantung dari :
1.                  Kehilangan air akibat infiltrasi, penguapan, tampungan permukaan.
2.                  Intensitas dan lama hujan
Dalam perhitungan drainase permukaan, penentuan nilai c dilakukan melalui pendekatan yaitu berdasarkan karakter permukaan. Kenyataan dilapangan sangat sulit menemukan daerah pengaliran yang homogen. Dalam kondisi yang demikian, maka nilai c dapat dilihat pada lampiran. (I Made Kamiana, 2010, Teknik perhitungan debit rencana bangunan air,  halaman 84)
Daerah yang memiliki cekungan untuk menampung air hujan relative mengalirkan lebih sedikit air hujan dibandingkan dengan daerah yang tidak memiliki cekungan sama sekali. Efek tampungan oleh cekungan ini terhadap debit rencana diperkirakan dengan koefisien tampungan yang diperoleh sebagai berikut, (Sumber wesli Drainase Perkotaan  halaman 33 ) ; 
Cs        = 2 tc / (2tc+2td)
Di mana :
Cs        = Koefisien Tampungan
tc         = Waktu Konsentrasi

td         = Waktu konsentrasi air mengalir pada saluran
Waktu Konsentrasi
Lama hujan (time of concentration) tc di sini dianggap lamanya hujan yang akan menyebabkan debit banjir dan t dihitung dengan rumus Kirpich. (I Made Kamiana, 2010, Teknik perhitungan debit rencana bangunan air,  halaman 83)

            tc’     =  ( 0,87 x L2/ 1000 x S )0.385 ............................................................................... (2.12)

Di mana :
tc      =  Waktu Konsentrasi (jam)
L       =   Panjang lintasan air dari titik terjauh sampai titik di tinjau (km)

S       =  Kemiringan rata–rata daerah lintasan air (m’).
Metode smirnov–kolmogorof (secara grafis)
Selain dengan cara analitis yang telah di uraikan di atas, pengujian distribusi probabilitas dengan metode smirnov–kolmogorof juga dapat dilakukan secara grafis dengan langkah–langkah sebagai berikut. (I Made Kamiana, 2010, Teknik perhitungan debit rencana bangunan air,  halaman 51)
Urutkan data (x) dari besar ke kecil atau sebaliknya
Tentukan peluang empiris masing–masing data yang sudah diurut dengan persamaan weibull.
Plot masing–masing nilai P(Xi) di atas kertas probabilitas sebagai absis dan nilai Xi sebagai ordinat yang
sudah di skala sedemikian rupa sehingga menjadi titik–titik koordinat.
Kemudian di atas sebaran titik–titik koordinat tersebut ditarik kurve atau garis teoritis. Persamaan garis 
teoritis merupakan garis persamaan probabilitas yang telah dihitung.
Hitung nilai peluang teoritis P’(Xi) untuk masing – masing data (Xi). Caranya adalah dengan menarik garis 
horizontal dari setiap titik–titik koordinat ke garis teoritis.
          Contoh: titik koordinat ke-3, peluang empirisnya P(X3), dari titik ini di tarik garis horizontal sampai bertemu garis teoritis kemudian dari titik pertemuan ditarik garis vertikal ke bawah sehingga didapat nilai P’(X3).
Hitung selisih (∆Pi) antara peluang teoritis P(’Xi) dan empiris P(Xi) untuk setiap data (Xi) yang diurut :
            ∆Pi =P(Xi) – P’(Xi)
            Contoh: untuk titik koordinat ke 3: ∆P3 =P(X3) – P’(X3)
Tentukan nilai   ∆Pi yang paling maksimum.

Tentukan apakah ∆Pi maksimum <  ∆Pi kritis, jika ”tidak” artinya distribusi probabilitas yang dipilih tidak 
dapat diterima, demikian sebaliknya. ∆Pi kritis lihat tabel
Metode smirnov–kolmogorof (secara analitis)
Pengujian distribusi probabilitas dengan metode smirnov–kolmogorof di lakukan dengan langkah–langkah perhitungan sebagai berikut.(I Made Kamiana, 2010, Teknik perhitungan debit rencana bangunan air, halaman 43)
Urutkan data (x) dari besar ke kecil atau sebaliknya
Tentukan peluang empiris masing–masing data yang sudah di urut dengan persamaan weibull.
Tentukan peluang teoritis masing–masing data yang sudah di urut tersebut P’(Xi )berdasarkan 
persamaan distribusi probabilitas yang di pilih (gumbell, normal, dan sebagainya).
Hitung selisih (∆Pi) antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap data yang diurut :
           ∆Pi =P’(Xi) – P (Xi)
Tentukan apakah ∆Pi < ∆P kritis, jika ”tidak” artinya distribusi probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima,
 demikian sebaliknya.

∆P kritis lihat tabel.
DRAINASE
Drainase berasal dari bahasa Inggris yaitu drainage yang artinya mengalirkan, menguras, membuang atau mengalihkan air. Dalam bidang Teknik Sipil, drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan/lahan tidak terganggu (Suripin, 2004)
Sistem Drainase
Secara umum sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan/lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Bangunan sistem drainase secara berurutan mulai dari hulu terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya, seperti gorong-gorong, jembatan-jembatan, talang dan saluran miring/got miring (Suripin, 2004).
Sesuai dengan cara kerjanya, Saluran drainase buatan dibedakan menjadi:
1.         Saluran Interceptor (Saluran Penerima)
Berfungsi sebagai pencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain di bawahnya. Saluran ini biasanya dibangun dan diletakkan pada bagian yang relatif sejajar dengan garis kontur. Outlet dari saluran ini biasanya terdapat di saluran collector atau conveyor atau langsung di natural drainage/sungai alam.
2.        Saluran Collector (Saluran Pengumpul)
Berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke saluran conveyor (pembawa).
3.        Saluran Conveyor (Saluran Pembawa)
Berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilalui.

abcdefMenurut keberadaannya, sistem jaringan drainase dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1.                  Natural Drainage (Drainase Alamiah)

Terbentuk melalui proses alamiah yang terbentuk sejak bertahun-tahun mengikuti hukum alam yang berlaku. Dalam kenyataannya sistem ini berupa sungai beserta anak-anak sungainya yang membentuk suatu jaringan alur aliran.
2.                  Artificial Drainage (Drainase Buatan)
Dibuat oleh manusia, dimaksudkan sebagai upaya penyempurnaan atau melengkapi kekurangan-kekurangan sistem drainase alamiah dalam fungsinya membuang kelebihan air yang mengganggu. Jika ditinjau dari sistem jaringan drainase, kedua sistem tersebut harus merupakan kesatuan tinjauan yang berfungsi secara bersama.

   Menurut fungsinya, saluran drainase dapat dibedakan menjadi:
1.                  Single purpose, yaitu saluran hanya berfungsi mengalirkan satu jenis air   buangan saja.
2.         Multi purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air buangan, baik secara tercampur maupun secara bergantian.
   Menurut konstruksinya, saluran drainase dapat dibedakan menjadi:
1.                  Drainase saluran terbuka
           Saluran drainase primer biasanya berupa saluran terbuka, baik berupa saluran dari tanah, pasangan batu kali atau beton.
 2.                  Drainase saluran tertutup
         Pada kawasan perkotaan yang padat, saluran drainase biasanya berupa saluran tertutup. Saluran dapat berupa buis beton yang dilengkapi dengan bak kontrol, atau saluran pasangan batu kali/beton yang diberi plat tutup dari beton bertulang. Karena tertutup, maka perubahan penampang saluran akibat sedimentasi, sampah dan lain-lain tidak dapat terlihat dengan mudah (Suripin, 2004).
            Menurut konsepnya, sistem jaringan drainase dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
1.                  Drainase konvensional
Drainase konvensional adalah upaya membuang atau mengalirkan air kelebihan secepatnya menuju ke sungai terdekat. Dalam konsep drainase konvensional, seluruh air hujan yang jatuh di suatu wilayah harus secepatnya dibuang ke sungai dan seterusnya mengalir ke laut. Jika hal ini dilakukan pada semua kawasan, akan memunculkan berbagai masalah, baik di daerah hulu, tengah, maupun hilir. Dampak dari pemakaian konsep drainase konvensional tersebut dapat kita lihat sekarang ini, yaitu kekeringan yang terjadi di mana-mana, juga banjir, longsor, dan pelumpuran. Kesalahan konsep drainase konvensional yang paling pokok adalah filosofi membuang air genangan secepatnya ke sungai. Demikian juga mengalirkan air secepatnya berarti menurunkan kesempatan bagi air untuk meresap ke dalam tanah. Dengan demikian, cadangan air tanah akan berkurang, kekeringan di musim kemarau akan terjadi. Sehingga banjir dan kekeringan merupakan dua fenomena yang saling memperparah dan terjadi susul-menyusul.
2.                  Drainase Ramah Lingkungan
Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air kelebihan dengan cara sebanyak-banyaknya meresapkan air ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya. Dalam drainase ramah lingkungan, justru air kelebihan pada musim hujan harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak mengalir secepatnya ke sungai.
Beberapa metode drainase ramah lingkungan yang dapat dipakai diantaranya adalah metode kolam konservasi, metode sumur resapan, metode river side polder, dan metode pengembangan areal perlindungan air tanah (ground water protection area).
PENDIMENSIAN SALURAN IRIGASI MENGGUNAKAN RUMUS CHEZY
Pada Jaringan Irigasi ini menggunakan sistem pengairan melalui saluran primer, saluran sekunder dan tersier. Oleh karenanya setelah mendapatkan Q masing – masing petak sawah perlu direncanakan saluran primer, sekunder yang dapat mengalirkan debit yang sesuai dengan kebutuhan petak sawah tersebut.
            Saluran Primer adalah saluran yang mengairi air dari sumbernya dan membagikan ke saluran-saluran sekunder. Saluran sekunder adalah saluran yang membawa air dari saluran primer ke saluran tersier. Saluran tersier adalah saluran yang membawa air dari saluran sekunder ke petak petak sawah.
            
V= C √ R.S
Dimana :
V = Kecepatan Aliran (m/detik)
C = Koefisien Pengaliran
R = Jari jari Hidraulis (m)
S = Kemiringan Dasar Saluran 

                                       KEBUTUHAN PEMBUANG UNTUK TANAMAN PADI
Kelebihan air di dalam petak tersier bisa disebabkan oleh :
1.    Hujan lebat
2.    Melimpahnya air irigasi atau buangan yang berlebihan dari jaringan primer atau sekunder ke daerah itu
3.    Rembesan atau limpasan kelebihan air irigasi didalam petak tersier.
Biasanya tanaman padi tumbuh dalam keadaan tergenang dan dengan demikian dapat saja bertahan dengan sedikit kelebihan air. Untuk varietas unggul, tinggi air 10 cm dianggap cukup dengan tinggi muka air 5 sampai dengan 15 cm dapat diizinkan. Kedalaman air yang lebih dari 15 cm harus dihindari, karena air yang lebih dalam untuk jangka waktu yang lama akan mengurangi hasil panen varietas unggul dan khususnya varietas biasa (tradisional) kurang sensitif demikian, tinggi air yang melebihi 20 cm tetap harus dihindari. Besar kecilnya penurunan hasil panen yang diakibatkan oleh air berlebihan bergantung kepada
1.    Dalamnya lapisan air yang berlebihan
2.    Berapa lama genangan yang berlebihan itu berlangsung
3.    Tahapan pertumbuhan tanaman, dan
4.    Varietas padi
Jumlah kelebihan air yang harus dikeringkan perpetak disebut modulus pembuang atau koefisien pembuang dan ini bergantung kepada ;
1.    Curah hujan selama periode tertentu
2.    Pemberian air irigasi pada waktu itu
3.    Kebutuhan air tanaman
4.    Perkolasi tanah
5.    Tampungan disawah-sawah selama atau pada akhir periode yang bersangkutan
6.    Luasnya daerah
7.    Sumber-sumber kelebihan air yang lain
Pembuang permukaan untuk petak dinyatakan sebagai berikut :
D(n)       R(n)T + n ( I – E T – P ) - ∆S
Dimana ;
          =  Jumlah hari berturut-turut
D(n)      Limpasan pembuang selama n hari
R(n)T    Curah hujan dalam n hari berturut-turut  dengan periode ulang T tahun, mm/hari
I             =   Pemberian air irigasi mm/hari
ET          =   Evapotranspirasi, mm/hari
P            =   Perkolasi, mm/hari
∆S          =   Tampungan tambahan, mm/hari

Untuk penghitungan modulus pembuang, komponennya dapat diambil sebagai berikut :

1.      Dataran rendah
-          Pemberian air irigasi I sama dengan nol jika irigasi dihentikan atau.
-    Pemberian air irigasi I sama dengan evapotranspirasi ET jika irigasi diteruskan. Kadang-kadang pemberian air irigasi dihentikan didalam petak tersier, tetapi air dari jaringan irigasi utama dialirkan kedalam jaringan pembuang.
-          Tampungan tambahan disawah pada 150 mm lapisan air maksimum, tampungan tambahan Δ S pada akhir hari-hari berturutan n diambil maksimum 50 mm.
-          Perkolasi P sama dengan nol.

2.      Dataran terjal
-          Seperti untuk kondisi dataran rendah tetapi dengan perkolasi P sama dengan 3 mm/hari.
Untuk modulus pembuang rencana dipilih curah hujan 3 hari dengan periode ulang T 5 tahun. Kemudian modulus pembuang tersebut adalah ;
Dm=  D(n)/3 x 8,64
Dimana ;
Dm                Modulus Pembuang l/detik/ha
D(n)              Limpasan pembuang selama 3 hari
1 mm/hari     =  1/8,64 liter/ detik ha

Debit pembuang rencana disawah adalah sebagai berikut ;
Qd 1,62 x Dm x A0,92
Dimana :
Qd                Debit pembuang rencana l/detik
Dm              Modulus Pembuang l/detik/ha
A                 Luas Daerah yang dibuang airnya.

(Direktorat Jenderal Pengairan, 1986)